Menyusuri Pasar Terapung hingga Meja Kerja

 

Saya menjalani dua peran yang bertolak belakang: mengelola brand furniture custom di kota, lalu mengejar jejak budaya unik sebagai traveler. Hari biasa, saya sibuk berkomunikasi dengan tukang kayu, rapat supplier, dan memeriksa kualitas finishing. Namun setiap kesempatan libur panjang, saya terbang ke Banjarmasin untuk merasakan sendiri nuansa pasar terapung Sungai Martapura, di mana perahu berjejer rapi, dan pedagang melayang-layang menjajakan dagangan.

Di satu pagi berkabut, saya duduk di tepi dermaga, menyeruput kopi hangat sambil menatap riuh rendah jual beli di atas perahu. Kamera tergantung santai, laptop tertutup rapat di ransel. Rasanya sempurna, menyeimbangkan angka laporan keuangan sekaligus mengejar momen budaya. Namun, di kala asyik memotret dan mencatat kisah penjual jajanan tradisional, saya merasakan ada yang berbeda di mata.

Awalnya cuma sedikit sepet, lalu berubah jadi perih saat saya memaksa melihat layar kamera untuk memeriksa hasil jepretan. Sore itu, rasa lelah menumpuk; bukan hanya otot tubuh, tapi juga kelopak mata. Saya mencoba meyakinkan diri: “Ah, ini cuma remeh—cuma capek biasa,” pikir saya. Padahal di hati saya sudah bergumam: mata kering jangan sepelein.

Penyebab Umum Mata Kering dan Dampaknya di Lapangan

Dari pengalaman di pasar terapung hingga rapat harian, saya mulai menyadari beberapa pemicu mata kering yang selama ini sering saya abaikan:

  1. Paparan Layar Berlebihan
    Duduk berjam-jam memeriksa file desain di laptop atau memantau statistik penjualan via ponsel bisa membuat kita lupa berkedip. Akibatnya, lapisan air mata menguap terlalu cepat, membiarkan kornea kering dan rentan iritasi.

  2. Udara Kering dan Ber-AC
    Kantor saya dilengkapi pendingin ruangan lengkap—nyaman, tapi membuat kelembapan udara turun drastis. Di sisi lain, perahu kayu di Sungai Martapura bertiup angin sore yang juga cenderung kering, mempercepat penguapan air mata alami.

  3. Kondisi Cuaca dan Debu
    Di dermaga pasar terapung, partikel debu halus beterbangan. Debu ini bisa masuk ke mata, memicu iritasi, dan memperparah rasa perih saat lapisan pelindung mata menipis.

Dampaknya? Ketika mata sepet perih lelah semakin sering muncul, produktivitas terancam. Saya sempat melewatkan momen sunrise di kaki Bukit Sabaru karena mata tak kuat membuka. Di kantor, beberapa kali saya harus jeda panjang sekadar menutup mata, sehingga rapat tertunda. Gejala ini bukan hanya soal kenyamanan; mata kering yang berkelanjutan bisa menyebabkan infeksi ringan, penglihatan kabur, bahkan luka pada permukaan kornea.

Menemukan “Penyelamat” di Tengah Perahu, Insto Dry Eyes dalam Kisah Saya

Kala gejala semakin mengganggu, saya hampir menyerah pada ide konsultasi ke dokter—waktu dan biaya seperti menambah beban. Di jam istirahat rapat, saya teringat rekomendasi seorang teman traveler: “Kalau sudah mulai perih dan pandangan kabur, tetesin Insto Dry Eyes.” Awalnya saya skeptis. Obat tetes mata, bukankah itu terasa terlalu sepele untuk masalah yang membayangi produktivitas?

Namun, pagi berikutnya di dermaga, saat angin embun menyisir wajah, saya merogoh tas dan mengeluarkan botol Insto Dry Eyes yang kebetulan saya bawa. Dengan hati-hati, saya teteskan sekali ke tiap mata—tak lebih dari satu sentuhan, tapi cukup menimbulkan sensasi lembap yang langsung terasa. Saya memejamkan mata sejenak, membiarkan tetesan itu meresap. Setelah itu, dunia tampak lebih “ramah” di balik kelopak: sinar mentari senja di atas perahu, warna perahu kayu tua, hingga huruf kecil di layar laptop saya—semuanya kembali jelas.

Sejak saat itu, Insto Dry Eyes menjadi teman setia. Saya rutin tetesin Insto Dry Eyes sebelum memulai hari di kantor, dan juga setiap kali bangun pagi menjelang perahu ronin pasar terapung. Bukan sekadar obat, tapi simbol kecil untuk peduli pada organ yang membawa saya melihat dunia dan mengatur bisnis.

Pengalaman di pasar terapung dan ruang meeting mengajarkan saya: mata kering jangan sepelein. Kenali gejala utamaSepet, Perih, Lelah—dan ambil langkah cepat. Berikut beberapa tips ala saya:

  • 20-20-20 Rule: Setiap 20 menit melihat layar, alihkan pandang ke objek 6 meter jauhnya selama 20 detik.

  • Pertahankan Kelembapan: Gunakan humidifier di kantor, dan hindari angin AC langsung ke wajah.

  • Lindungi dari Debu: Kenakan kacamata saat di area berdebu atau berangin.

  • Jeda Singkat: Sempatkan jeda memejamkan mata 1-2 menit setiap beberapa jam.

  • Tetesin Insto Dry Eyes: Simpan satu botol di meja kerja dan satu botol di ransel.

Dengan langkah sederhana ini, saya bisa menyatukan peran wirausaha dan traveler tanpa terganggu mata kering. Karena menjaga mata bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga kunci agar kisah dan bisnis tetap mengalir lancar—dari kantor hingga pasar terapung Banjarmasin

Komentar